Label

Adi Sanjaya

Adi Sanjaya

Kamis, 10 Maret 2011

Negara, Warga Negara, dan Nasionalisme di Era Globalisasi

Oleh: Putu Adi Sanjaya, S.Pd.

1.Pendahuluan
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa.
Ketika negara yang bernama Indonesia akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945, persoalan ternyata belum selesai. Bangsa Indonesia masih harus berjuang dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945-1949, tatkala penjajah menginginkan kembali jajahannya. Nasionalisme kita saat itu betul-betul diuji di tengah gejolak politik dan politik divide et impera Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, nasionalisme bangsa masih terus diuji dengan munculnya gerakan separatis di berbagai wilayah tanah air hingga akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin, masalah nasionalisme diambil alih oleh negara. Nasionalisme politik pun digeser kembali ke nasionalisme politik sekaligus cultural dan berakhir pula situasi ini dengan terjadinya tragedi nasional 30 September 1965.
Pada masa Orde Baru, wacana nasionalisme pun perlahan-lahan tergeser dengan persoalan-persoalan modernisasi dan industrialisasi (pembangunan). Maka "nasionalisme ekonomi" pun muncul ke permukaan. Sementara arus globalisasi, seakan memudarkan pula batas-batas "kebangsaan", kecuali dalam soal batas wilayah dan kedaulatan negara. Kita pun seakan menjadi warga dunia. Di samping itu, negara mengambil alih urusan nasionalisme, atas nama "kepentingan nasional" dan "demi stabilitas nasional" sehingga terjadilah apa yang disebut greedy state, negara betul-betul menguasai rakyat hingga memori kolektif masyarakat pun dicampuri negara. Maka inilah yang disebut "nasionalisme negara" (Abdullah, 2001: 37-39).
Tahun 1998 terjadi Reformasi yang memporak-porandakan stabilitas semu yang dibangun Orde Baru. Masa ini pun diikuti dengan masa krisis berkepanjangan hingga berganti empat orang presiden. Potret nasionalisme ini pun kemudian memudar. Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme sekarang ini semakin merosot, di tengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi yang semakin menggila.
Kasus Ambalat, beberapa waktu lalu, secara tiba-tiba menyeruakan rasa nasionalisme kita, dengan menyerukan slogan-slogan "Ganyang Malaysia!". Setahun terakhir ini, muncul lagi "nasionalisme" itu, ketika lagu "Rasa Sayang-sayange" dan "Reog Ponorogo" diklaim sebagai budaya negeri jiran itu. Semangat "nasionalisme kultural dan politik" seakan muncul. Seluruh elemen masyarakat bersatu menghadapi "ancaman" dari luar. Namun anehnya, perasaan atau paham itu hanya muncul sesaat ketika peristiwa itu terjadi. Dalam kenyataannya kini, rasa "nasionalisme kultural dan politik" itu tidak ada dalam kehidupan keseharian kita. Fenomena yang membelit hanya berkisar pada rakyat susah mencari keadilan di negerinya sendiri, korupsi yang merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang, dan pemberantasan-nya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dan lain-lain. Realita ini seakan menafikan cita-cita kebangsaan yang digaungkan seabad yang lalu. Hal inlah yang menjadi potret nasionalisme bangsa kita hari ini.
Berbagai pengalaman yang dialami tersebut, seakan mengisyaratkan bahwa kita sebenarnya belum memahami bagaimana arti kita sebagai warga Negara memaknai Negara Indonesia ini. Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali. Namun bukan nasionalisme dalam bentuk awalnya seabad yang lalu.  Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan, bagaimana kita sebagai warga Negara bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korup, toleran, dan lain-lain dalam menjaga eksistensi Negara tercinta. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran total.

2.Negara
Zaelani Sukaya dkk (2002:6) menyatakan bahwa syarat-syarat utama berdirinya suatu negara merdeka adalah harus ada wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap dan ada pemerintahan yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Tidak mungkin suatu negara berdiri tanpa wilayah dan rakyat yang tetap, namun bila negara itu tidak memiliki pemerintahan yang berdaulat secara nasional, maka negara itu belum dapat disebut sebagai negara merdeka.
Secara terminologi, negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok msasyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintah yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah negara, yaitu adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah), dan adanya pemerintah yang berdaulat.
Menurut Roger H. Soltau, negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat. Sedangkan, menurut Harold J. Laski, negara merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat (Azra, A. 2000).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang negara dapat dipahami secara sederhana bahwa negara adalah kelompok besar manusia yang telah lama tinggal di suatu wilayah tertentu dan memiliki undang-undang untuk mengatur mereka serta mempunyai tujuan yang sama.
Berdasarkan dan ajaran plato, tujuan adanya negara adalah untuk memajukan kesusialaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial. Sedangkan, menurut konsep negara hukum tujuan dari pada negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum. Dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara (sesuai dengan pembukaan UUD 1945) adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

3.Warga Negara
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. AS Hikam (dalam Azra, 2005) mendefinisikan bahwa warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Sedangkan, Koerniatmanto secara singkat mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap warga negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara. Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia. Setiap warga negara adalah penduduk suatu warga negara, sedangkan setiap penduduk belum tentu warga negara, karena mungkin orang asing, yang memiliki hubungan berbeda dengan negara. Setiap warga negara mempunyai hubungan yang tidak terputus, meskipun dia bertempat tinggal di luar negeri. Sedangkan, orang asing hanya mempunyai hubungan selama dia bertempat tinggal di wilayah negara tersebut.
Dalam hubungan antara warganegara dan negara, warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sebaliknya warganegara juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh negara. Pada zaman kerajaan-kerajaan absolut, rakyat hanya menjadi obyek (sasaran) negara (raja) belaka. Raja-raja mengatur pemerintahan untuk kepentingan sendiri, sedangkan kepentingan dan hak rakyat tidak mendapatkan perhatian. Sedangkan pada modern sekarang ini, hak-hak rakyat baik sebagai manusia maupun sebagai warga negara umumnya telah dilindungi dan dijamin dalam undang-undang negara-negara. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari (Hartono & Aziz. 1990).
Pada umumnya setiap negara mengatur masalah hak dan kewajiban warga negaranya dalam suatu konstitusi atau dalam peraturan perundangan negaranya sebagai syarat obyektif formal dalam hidup berbangsa dan bernegara. Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu, dan tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut paksa olehnya. Dengan demikian, hak pada dasarnya mengacu pada suatu yang mesti didapatkan atau diperoleh baik dalam bentuk material maupun non material oleh seseorang dalam interelasi dengan orang lain, kelompok atau suatu lembaga. Sedangkan, kewajiban adalah beban untuk memberikan atau membiarkan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan, melalui oleh pihak tertentu, tidak dapat oleh pihak lain manapun, yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Jadi, kewajiban mengacu pada sesuatu yang mestinya yang diberikan oleh sesorang dalam interelasinya dengan orang lain, kelompok atau lembaga. Bagaimana hak dan kewajiban warga negara suatu negara diatur dalam ketentuan peraturan perundangannya pada dasarnya berhubungan erat dengan latar histroris dan budaya suatu bangsa. Sehingga di dunia ini terdapat berbagai variasi hak dan kewajiban warga negara suatu negara yang tertuang dalam konstitusi atau perundang-undangan suatu negara. Menurut Sumantri, sedikit ada dua hal yang menyebabkan adanya variasi tersebut, yaitu spirit sejarah perjuangan bangsa yang bersangkutan dan kebudayaan bangsa tersebut.
Hak Warga Negara Indonesia
1.Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
2.Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
3.Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
4.Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5.Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6.Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7.Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku
Kewajiban Warga Negara Indonesia
1.Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2.Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3.Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4.Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia
5.Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
Jika dicermati lewat ketentuan mengenai hak dan kewajiban warga negara, maka tampak hubungan antara negara dan warga negara sangat erat, saling membutuhkan. Warga negara membutuhkan negara yang kuat agar memberikan pengayoman terhadap dirinya. Sebaliknya, demi kuatnya negara, negara membutuhkan pengorbanan, loyalitas, nasionalisme dan patriotisme serta sikap kritis dari warganegaranya. Hubungan ini akan terjalin dengan baik, manakala ada dalam bingkai negara demokrasi.

4.Tantangan Nasionalisme Indonesia di Era Global

Nasionalisme berasal dari akar kata nation (Inggris), dalam khasanah bahasa Indonesia dikenal dengan ”bangsa”. Hobsbawn (dalam Landrawan, 2005), memberikan pengertian bahwa secara orisinal bangsa/nation menggambarkan sebuah kesatuan kelompok etnik atau kesatuan orang berdasarkan hubungan dan kesamaan etnik, kultur, agama. Namun, dalam pengertian modern nation pada dasarnya memiliki arti politis, yaitu menyangkut gagasan mengenai kesatuan dan kemerdekaan politik, kelompok manusia yang kedaulatan politiknya membentuk suatu negara yang merupakan ekspresi politik mereka, sehingga nasionalisme adalah paham di mana kesetiaan seseorang diabdikan langsung kepada bangsanya. Munculnya nasionalisme ini secara historis dapat menjadi alat perjuangan bersama untuk melawan suatu tantangan.
Nasionalisme sering dikaitkan dengan perjuangan bangsa melawan penjajah dengan harga hidup atau mati seseorang. Namun, yang diperlukan dalam era demokrasi sekarang ini, untuk menyelamatkan nasionalisme haruslah dengan kesediaan untuk hidup.
Nasionalisme itu tidak seperti jaman sebelum merdeka, tapi nasionalisme yang dibutuhkan anak muda sekarang adalah harus bersedia untuk hidup. Harus bisa bertahan dalam era globalisasi. Untuk dapat mencapainya maka haruslah menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghadapi perubahan zaman.
Nasionalisme adalah sebagai kebebasan yang bertanggung jawab dan mengusahakan keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat. Nasionalisme juga membawa tantangan dan jawaban atas tantangan tersebut. Tantangan untuk dapat mewujudkan dan mewariskan nasionalisme kepada kaum muda yang identik dengan pengorbanan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005) Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar  luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa
Akibat era globalisasi, penjajahan yang terjadi bukan saja antar satu negara tapi sudah lintas negara sehingga tantangan nasionalisme zaman sekarang bukan semakin mudah. Apalagi, budaya demokratis yang sekarang dibangun masih berupa demokratisasi yang bersifat transaksional. Akibatnya, ada kebutuhan modal di situ dan masyarakat tidak akan pernah merasakan pengabdian dari pejabat selama hal tersebut masih dianut.
.Menyikapi perkembangan situasi global yang begitu cepat bangsa Indonesia harus semakin siap, mematangkan kualitas diri (SDM) agar tidak larut dalam gelombang perubahan global. Berbagai hal positif dapat dimanfaatkan dari globalisasi dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional dan penegakan kedaulatan NKRI, namun akan membawa pengaruh negatif apabila bangsa Indonesia tidak siap menerima secara utuh dan tidak mampu mengikuti perubahan yang sangat cepat tersebut. Terjadinya perubahan ternyata menimbulkan berbagai permasalahan antara lain permasalahan pertahanan negara, misalnya perbatasan wilayah, masalah disintegrasi bangsa, menurunnya semangat kebhinekaan dan menurunnya rasa nasionalisme serta berbagai permasalahan sosial.
Hak atas kekayaan intelektual menjadi isu yang semakin menarik untuk dikaji karena perannya yang semakin menentukan terhadap laju percepatan pembangunan nasional, terutama dalam era globalisasi. Dalam hubungan ini era globalisasi dapat dianalisis dari dua karakteristik dominan. Pertama, era globalisasi ditandai dengan terbukanya secara luas hubungan antar bangsa dan antar negara yang didukung dengan transparansi dalam informasi. Dalam kondisi transparansi informasi yang sedemikian itu, maka kejadian atau penemuan di suatu belahan dunia akan dengan mudah diketahui dan segera tersebar ke belahan dunia lainnya. Hal ini membawa implikasi, bahwa pada saatnya segala bentuk upaya penjiplakan, pembajakan, dan sejenisnya tidak lagi mendapatkan tempat dan tergusur dari fenomena kehidupan bangsa-bangsa. Kedua, era globalisasi membuka peluang semua bangsa dan negara di dunia untuk dapat mengetahui potensi, kemampuan, dan kebutuhan masing-masing. Kendatipun tendensi yang mungkin terjadi dalam hubungan antar negara didasarkan pada upaya pemenuhan kepentingan secara timbal balik, namun justru negara yang memiliki kemampuan lebih akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Salah satu kemampuan penting suatu negara adalah kemampuan dalam penguasaan teknologi. Mengacu pada dua hal tersebut, upaya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual sudah saatnya menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian semua pihak agar tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif yang menjadi syarat batas dalam menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi.
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
1.Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2.Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3.Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
1.Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2.Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4.Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5.Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme?
Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
1.Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2.Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3.Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4.Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5.Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Dengan adanya langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.

Tidak ada komentar: