Label

Adi Sanjaya

Adi Sanjaya

Kamis, 10 Maret 2011

GERAKAN NON BLOK (GNB)

Negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non blok adalah kelompok Negara yang tidak bergabung dalam Blok Barat maupun Blok Timur. Munculnya bipolarisasi seperti itu akibat dari dua Negara pemenang dalam PD II yang memiliki idiologi yang berbeda, yakni AS berideologi kapitalis-liberal-demokratis berhadapan dengan USSR yang berideologi sosialis-komunis. Jadi kedua Negara superpower atau adidaya itu memiliki pengikut masing-masing dan menjadi pemimpin kedua blok yang saling kompetitif untuk merekrut anggota baru dan sekaligus menyebarkan ideologinya masing-masing. Situasi itu menyulut dunia menjadi tegang dan mendorong beberapa Negara yang baru merdeka tidak hanyut dan terjebak dalam persaingan antar bok tersebut tetapi justru mencari dan berusaha mendamaikan kedua pihak yang saling bersitegang sehingga tercipta perdamaian dunia.
Ketika terjadi petentangan yang semakin memuncak antara AS dengan USSR yang dikenal dengan istilah perang dingin (Cool War) (lebih lanjut akan diuraikan pada pembahasan berikutnya), banyak Negara-negara berkembang tidak mau ikut terseret dalam pertentangan tersebut. Akan tetapi mereka bersatu padu untuk menghimpun kekuatan dalam wadah GNB agar mempunyai pengaruh yang diperhitungkan dalam pentas perpolitikan dunia internasional. Oleh karena itu GNB ini memiliki tujuan internal yaitu agar dapat mengusahakan kemajuan social, ekonomi dan politik yang masih jauh tertinggal dari Negara-negara maju, sedangkan tujuan eksternal berusaha ikut serta dalam usaha menjaga perdamaian dunia dan sekaligus ikut mencari jalan keluar mengatasi ketegangan antara dua blok yang bersitegang. Tentu saja tujuan eksternal dari GNB sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Pada tahun 1956, beberapa tokoh melakukan pertemuan di Beograd diantaranya Yosep Broz Tito (presiden Yogoslavia), Pandit Jawaharla Nehru (PM India), Gamal Abdul Naser (Presiden Mesir) membicarakan situasi dunia yang sedang berkembag. Pertemuan ini dianggap sebagai cikal bakal lahirnya GNB. Meskipun demikian KAA 1955 di Bandung diakui sebagai dasar lahirnya GNB sebab hasil pertemuan KTT 1 GNB 1961 di Biograd sejalan dengan Dklarasi Bandung atau Dasa Sila Bandung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian dibawah ini.

1. Latar Belakang Konfrensi Asia Afrika 1955

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, lahirlah dua Negara adikuasa yakni Blok Barat dibawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur Timur dibawah pimpinan Uni Soviet. Kedua Negara adikuasa tersebut saling berebutan pengaruh untuk mendapatkan kawan. Pertentangan ideology dan haluan diantara keduanya semakin semakin memanas dan meruncing ssehingga menimbulkan perang dingin yang sangat dikwatirkan akan dapat memicu pecahnya perang baru di daerah perbatasan kedua pengaruh kekuasaan tersebut (lihat Poesponegoro, dkk, 1984: 232; Ina Gah, 1987: 178). Situasi tersebut sangat menghantui para pemimpi Negara-negara Asia. Apalagi Amerika Serikat di bawah menteri luar negerinya mendeklarasikan berdirinya SEATO (shout east Asia Trety Organization) di Manila (Filipina) pada tanggal 8 September 1954 dan bermarkas di Bangkok (Thailand) yang anggotanya adalah Pakistan, Filipina, Thailand, Australia, New zealand, Ingris, Perancis dan Amerika Serikat. Organisasi ini adalah organisasi bersifat militer dan merupakan matarantai pertahanan sekutu untuk membendung Negara baru tersebut nantinya aka tampil kedepan guna mewujudkan cita-cita yang sudah diidam-idamkan, yaitu menggalang persatuan dan kerjasama di kawasanAsia Afrika. Dorongan tersebut berimflikasi positif sehingga terlaksana konfrensi Asia-Afrika di Bandung 1955, yang merupakan detik-detik yang bersejarah bagi bangsa-bangsa di kawasan Asia-Afrika khususnya dan dunia pada umumnya.
Dalam kaitannya dengan uraian di atas, maka tidak salah apayang dikatakan saksi langsung yang masih hidup bahkan pada konfrensi tersebut menjadi Sekretaris Jenderal, yaitu Roeslam Abdulgani mengatakan bahwa konfrensi Asia-Afrika di Bandung 1955 sebagai suatu peristiwa yang sangat bersejarah (historical event) (Abdulgani, 1979: 31-34).
Berdasarkan uraian di atas cukup jelas bahwa KAA di Bandung merupakan pelaksanaan gagasan tentang solideritas bangsa-bangsa Asia Afrika/ kulit berwarna yang pada hakikatnya memiliki nasib yang serupa.

2. Jalannya Konfrensi Asia Afrika dan Keputusan-Keputusan yang Dihasilkan

Seperti yang telah disinggung di atas, ada beberapa pertemuan/ konfrensi yang telah dilaksanakan oleh tokoh-tokoh besar dari kawasan Asia-Afrika sebelum KAA 1955 di Bandung dilaksanakan.
Adapun konfrensi yang dianggap sebagai pendahulu’pra KAA di Bandung 1955, yang oleh Soebantardjo (1958) dinamakan “pelopor-pelopor konfrensi Asia-Afrika, yaitu:
Konfrensi Colombo (Panca Negara Colombo) 28 April s.d 2 Mei 1954. Konfrensi ini disebut dengan konfrensi Panca Negara, karena konfrensi ini dihadiri oleh lima Negara termasuk Negara pemrakarsa yaitu PM Sri Lanka Sir Jonh Kotelawala, PM Birma (sekarang Myanmar) Unu, PM Pakistan MoHAMmad Ali, PM India Jawaharal Nehru dan PM Indonesia Ali Sastroamidjojo(Buku Modul II, 1983: 58; Poesponegoro, dkk, 1984: 237; soebantardjo, 1958: 251). Pada konfrensi ini RI yang diwakili oleh Ali Sastroamidjojo mengusulkan agar dilaksanakan konfrensi yang lebih luas jangkauannya yang mencakup Negara-negara di kawasan Asia-Afrika. Akan tetapi usulan oleh PM Indonesia itu banyak yang ragu-ragu sebab situasi yang sangat sulit, tetapi setelah diadakan pembicaraan yang lebih lanjut akhirnya yang diusulkan oleh Ali Satroamidjojo disetujui.
Konfrensi Panca Negara Colombo menghasilkan beberapa keputusan penting yaitu (1) Indo Cina harus dimerdekakan dari imperialism Perancis; (2) kemerdekaan bagi Tunisia dan Maroko; dan (3) menyetujui dan mengusahakan adanya KAA dan memilih Indonesia sebagai Negara penyelenggara (Soebantardjo, 1958: 251).
Setelah dicapainya kesepakatan akan dilaksanakannya KAA seperti yang diputuskan dalam konfrensi Colombo, maka kembali perdana menteri Negara peserta konfrensi kembali mengadakan pertemuan guna membahas persiapan konfrensi Asia Afrika di Indonesia. Pertemuan ini dilangsungkan di Bogor yang nantinya lebih dikenal dengan nama Panca Negara Bogor (Soebantardjo, 1958: 251; Ina Gah, 1987: 178). Konfrensi Panca Negara Bogor ini adalah konfrensi pra KAA di Bandung kedua setelah konfrensi Colombo.
Konrensi Panca Negara Bogor berlangsung dari tanggal 28 sd. 31 Desember 1954, berhasil menetapkan beberapa rekomendasi yaitu:
1. Mengadakan konfrensi Asia-Afrika di Bandung pada bulan April 1955.
2. Menetapkan kelima Negara peserta konfrensi Bogor sebagai negar-negara sponsor.
3. Menetapkan 25 negara di Asia-Afrika yan akan diundang.
4. Menetapkan empat tujuan pokok konfrensi Asia-Afrika, yaitu:
a. Memajukan baik (good will) dan kerja sama bangsa Asia-Afrika dalam menjelajah dan memajukan kepentingan bersama mereka serta menetapkan dan memajukan persahabatan serta hubungan sebagai tetangga yang baik.
b. Meninjau dan mempertimbangkan masalah-masalah serta hubungan di bidang social, ekonomi dan kebudayaan dari Negara-negara yang diwakili.
c. Mempertimbangkan masalah-masalah kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia-Afrika, seperti: kedaulatan, realism, dan kolonialisme.
d. Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya dewasa ini serta sumbangannya yag dapat mereka berikan dalam usaha memajukan perdamaian dan kerjasama di dunia (buku modul II 1983: 59-60; Poesponegoro, dkk, 1984: 237-239; Ina Gah, 1987: 178-179).
Kedua konfrensi di atas adalah konfrensi pra KAA, yang juga dapat dikatakan sebagai pelican/pengantar terselenggaranya yang dicita-citakan oleh Negara-negara sponsor KAA.
Dengan suksesnya kedua konfrensi pra KAA Bandung yang telah menghasilkan beberapa consensus seperti yang telah diuraikan di atas, maka dilaksanakan KAA di Bandung dari tanggal 18 sd. 24 April 1955, yang dibuka oleh presiden RI Soekarno, sedangkan ketua siding yaitu PM Ali Sastroamidjojo dan sekretaris jenderalnya Roeslam Abdulgani.
Konfrensi yang dihadiri oleh 29 negara di kawasan Asia-Afrika dengan rincian: 23 negara dari Asia (termasuk didalamnya kelima Negara sponsor) dan 6 negara Afrika. Dari 25 negara yang aka diundang berdasarkan keputusan konfrensi Bogor, ternyata yang hadir hanya 24 negara, dan yang tidak hadir yaitu Central African Federation (Federasi dari Rhodesia dan Nyasa). Mengingat Negara itu tahun1953 belum merdeka secara penuh (Soebantardjo, 1958: 252). KAA Bandung di luar kelima Negara sponsor yaitu: 1) Afganistan, 2) Kamboja, 3) Nepal,4 ) Mesir, 5) Ethopia, 6) Pantai Emas, 7) Iran, 8) Irak, 9) Jepang, 10) Yordania, 11) Laos, 12) Libanon, 13) Liberia,14 ) Libia, 15) Filipina, 16) Saudi Arabia,17 ) Sudan, 18) Syria, 20) Muangthai,21) Turki, 22) Republik Demokrasi Vietnam, 23) Negara Vietnam Selatan, 24) Yaman (Abdulgani, 1978: 58).
Selama berlangsungnya konfrensi tersebut, ada hal yang disepakati oleh peserta konfrensi yaitu: tata tertib siding, prinsip musyawarah mufakat dan lima prinsip hidup berdampingan secara damai (Peacefull co_existence) yang meliputi: (1) Mutual respect for each other’s territorial integrity and soveregnity (kedaulatan); (2) Non aggression; (3) Non interference in each other’s internal affair; (4) Equality and mutual benefit; (5) Peacefull co_existence.
Kelima prinsip hidup berdampingan secara damai itu merupakan maslah yang sangat berat, namun pada akhinya dapat diatasi dengan adanya suatu consensus yang dituangkan dalam sebuah Komunike terakhir yang terdiri dari 6 bab yang sekaligus merupakan agenda konfrensi Bandung. Adapun acara pokok yang akan dibahas, yaitu:
a. Kerjasama Ekonomi
b. Kerjasama Kebudayaan
c. Hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri
d. Masalah rakyat jajahan
e. Maslah-masalah lain
f. Deklarasi tentang memajukan perdamaian dan kerjasama internasional.
Komunike pada butir F inilah yang akan dikenal dengan Deklarasi Bandung atau Dasa Sila Bandung (Buku Modul II, 1983: 61; Poesponegoro, dkk, 1984: 238-239).
Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut Komunike terakhir dari hasil pembicaraan tentang masalah pokok yang dimaksud sebagaimana yang dipaparkan oleh Roeslam Abdulgani (1987), sebagai berikut.
A. Kerjasama Ekonomi, meliputi:
1. Bekerja sama memajukan perkembangan ekonomi di Asia-Afrika atas dasar saling menguntungkan dan menghormati kedaulatan masing-masing.
2. Saling memberikan banuan teknik, misalnya tenaga ahli, dsb.
3. Mengusulkan dibentuknya segera dana istimewa PBB dan suatu kerjasama keuangan internasional untuk perkembagan ekonomi Asia-Afrika.
4. Mengusahakan penstabilan perdagangan barang-barang serta memperluas lingkungan perdagangan sehingga bersifat multilateral.
5. Melakukan tindakan kolektif Negara peserta konfrensi guna mencapai stabilitas harga-harga internasional dan permintaan barang-barang melalui perjanjian-perjanjian bilateral/multilateral.
6. Negara-negara Asia-Afrika agar mengekspor bahan-bahan mentahnya yang telah diolah.
7. Diadakan tindakan bersama untuk menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada beberapa maskapai perkapalan, seperti masalah tariff yang sering dipermainkan.
8. Member dorongan terbentuknya bank-bank nasional dan regional.
9. Perumusan politik bersama mengenai pertukaran keteangan-keterangan yang terkait dengan perminyakan.
10. Penggunaan tenaga nuklir untuk kepentingan perdamaian kepentingan Negara-negara di Asia-Afrika dan menyediakan keterangan-keterangan penggunaan tenaga atom untuk perdamaian sehingga perlu dibentuk Badan Tenaga Aton Internasional (International Atomic Energy Agency).
11. Menunjuk pejabat-pejabat penghubung Negara-negara peserta konfrensi untuk pertukaran keteranga-keterangan yang saling menguntungkan.
12. Diadakan perundingan-perundingan antar Negara peserta konfrensi di forum-forum internasional untu kepentingan bersama (Abdukgani, 1978: 61-64).
B. Kerjasama Kebudayaan, meliputi:
1. Bekerjasama yang lebih erat dalam lapangan kebudayaan sebagai salah satu jalan terpenting untuk mewujudkan saling pengertian diantara Negara/bangsa Asia-Afrika.
2. Mengutuk pelanggaran hak-hak dasar manusia dalam lapangan pendidikan dan kebuadayaan di beberapa daerah di Asia-Afrika, seperti Tuniasia, Aljazair dan Maroko serta mengutuk rasialisme digunakan sebagai alat penindasan dilapangan kebudayaan.
3. Pengembangan kerjasama kebudayaan bukan dimaksudkan untuk mengecualikan/menyaingi golongan bangsa-bangsa dan peradaban serta kebuadayaan lain, tetapi dikembangkan dalam rangka hubungan kerjasama sedunia yang lebih luas. Disamping itu pengembangan kebudayaan mereka dengan Negara lain dengan harapan memperkaya kebudayaan mereka, sehingga pada akhirnya akan tercipta perdamaian dunia dan saling mengerti.
4. Menganjurkan Negara-negara Asia-Afrika yang lebih maju/beruntung memberikan fasilitas-fasilitas, seperti pertukaran pelajar, pelatih dan guru untuk memajukan pendidikan dan pengajaran dikawasan Asia-Afrika.
5. Memajukan kerjasama kebudayaan antar Negara-negara Asia-Afrika hendaknya ditujukan kepada:
a. Mendapat pengetahuan tentang Negara-negara satu sama lain.
b. Pertukaran kebudayaan.
c. Pertukaran keterangan-keterangan.
6. Untuk mencapai hasil-hasil terbaik dari kerjasama kebudayan hendaknya dilakukan dengan mengadakan perjanjian bilateral (Abdulgani, 1978: 64-67)
C. Hak-hak Asasi Manusia dan Hak Menentukan Nasib Sendiri
1. Menjunjung tinggi sepenuhnya prinsip-prinsip dasar hak-hak manusia seperti yang termuat dalam piagam PBB dan memperhatikan pernyataan hak-hak manusia (Universal Declaration of Human Rights) sebagai dasar umum seluruh rakyat, dan memberikan dukungan sepenuhnya pada prinsip menenukan nasib diri sendiri sperti yang termuat dalam piagam PBB hak-hak rakyat dan bangsa-bangsa untuk menentukan nasib sendiri, sebagai syarat mutlak untuk dapat menikmati hak-hak dasar manusia sepenuhnya.
2. Menentang adanya rasdiskriminasi, yang sangat bertentangan dengan hak-hak manusia maupn nilai-nilai dasar peradaban serta martabat manusia, dan menyatakan simpati dan dukungan penuh terhadap sikap gagah berani bangsa-bangsa Asia-afrika yang menjadi korban politik rasdiskriminasi (Abdulgani, 1978: 67).

D.Masalah Bangsa-bangsa yang Belum Merdeka

1. Masalah-masalah Negara yang belum merdeka, kolonialisme dan keburukannya yang ditimbulkan oleh penjajahan serta pemerasan bangsa-bangsa oleh kekuasaan asing, telah disepakati oleh peserta konfrensi, antara lain:
a. Kolonialisme dalam bentuk apaun adalah suatu kejahatan yan harus diakhiri/dihapus.
b. Ditegaskan lagi bahwa dijajah dan diperasnya bangsa-bangsa oleh bangsa asing melanggar hak dasar manusia seperti yang tercamtum dalam piagam PBB dan sekaligus sebagai penghalang bagi tercapainya perdamaian dunia da kerjasama sedunia.
c. Memberikan bantuan pada bangsa-bangsa yang belum merdeka.
d. Menyerukan bangsa-bangsa yang menguasai untuk memberikan kemerdekaan bangsa-bangsa yang dikuasai.
2. Member bantuan kepada hak rakyat Aljazair, Maroko dan Tunisia untuk menentukan sendiri dan mendesak pemerintah Peranccis untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan segera (Abdulgani, 1978: 68).
E. Soal-soal lain meliputi:
1. Adanya ketengan di timurTengah yang disebabkan keadaan di Palestina, peserta konfrensi memberikan songkokan kepada hak-hak bangsa Arab atas Palestina dan menghimbau agar dilaksanakan resolusi PBB tentang Paelestina dan diselesaikan secara damai.
2. Konfrensi juga memberikan dukungan kepada RI mengenai soal Irian Barat yang didasarkan atas persetujuan Indonesia-Belanda dan mendesak Belanda untuk menyelesaikan lewat perundagian-perundagian secara damai.
3. Konfrensi juga memberikan dukungan kedudukan Yaman atas Aden dan bagian-bagian selatan Yaman yang dikenal sebagai proktektorat untuk segera dilaksanakan secara damai ( Abdulgani, 178; 68-60)
F. Memajukan Perdamaian dan Kerjasama di Dunia
1. Kronfensi beranggapan bahwa, untuk kerjasama yang lebih efgektif dalam usaha mencapai perdamaian dunia maka keanggotaan PBB haruslah bersifat universal dan menghimbau Dewan Keamanan untuk bisa menerima Negara-negara yang telah memenuhi syarat Piagam PBB menjadi anggota, seperti Kamboja, Sailan, Jepang, Yordania, Laos, Libia, Nepal, dan United Vietnam. Konfrensi juga mempertimbangkan bahwa perwakilan dari Negara-negara di kawasan Asia-Afrika pada Dewan Keamanan berdasarkan atas perjanjian di Londen 1946 tidak mendapat kesempatan untuk dipilih, hendakannya diberikan kesempatan menjadi anggota/dipilih.
2. Konfrensi juga beranggapan bahwa pelucutan senjata, pelarangan produksipercobaan dan penggunaan nuklir-niklir dan thermo nuklir adalah merupakan suatu keharusan untuk menolong manusia dan peradaban dari ketakutan dan kemusnahan karena itulah konfrensi memberikan dukungan sepenuhnya terhadap kondisi tersebut sekaligus merupakan kewajiban manusia. Konfrensi juga mendapat perlu adanya pengawasan internasional yang lebih efektif terhadap pelucutan senjata dan pelarangan di atas dan jika dipandang perlu diambil tindakan-tindakan yang tegas dan secepat mungkin. Di samping itu konfrensi juga menghimbau kepada negara-negara yang memproduksi senjata-senjata nuklir dan themo nuklir untuk menghintikan percobaan-percobaan senjata tersebut.
Terkait dengan Komunike diatas, ada beberapa pernyataan-pernyataan mengenai usaha memajukan perdamaian dan kerjasama di dunia berdasarkan atas 10 prinsip yang dikenal dengan Dasa Sila Bandung yang meliputi.
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang tercantum dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan intergritas territorial semua bangsa-bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa besar maupun kecil.
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam masalah-masalah dalam negeri suatu negara lain.
5. Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB.
6. a). Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar.
b). Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap intergritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.
8. menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundagian, persetujuan arbitrase atau penyelesaian hakim atau cara damai lainnya menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan dan sesuai dengan Piagam PBB.
9. memajukan kepentingan bersama dan bekerjasama.
10. menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Konfrensi berkeyakinan bahwa kerjasama secara persahabatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut akan dapat memberikan sumbangan yang efektif. Kepada usaha yang mempertahankan dan memajukan perdamaian dan keamanan internasional. Sedangkan kerjasama dalam bidang ekonomi, social, dan budaya akan dapat memberikan sumbangan bagi terciptanya kemakmuran bersama. (Abdulgani, 1978; 56-73 Buku Modul II 1983; 61-63. Soebantardjo; 1958 253-256).
3. Nilai atau Makna yang Terkandung dalam Konfrensi Asia Afrika
Berdasarkan hasil konfrensi Asia-Afrika yang telah diuraikan di atas dalam bentuk Komunike Terakhir, lebih-lebih yang terkait dengan 10 prinsip yang dituangkan dalam Deklarasi Bandung (Dasa sila Bandung) tampaknya ada hal-hal yang baik yang menyangkut gagasan dan cita-cita yang luhur itu dalam membina perdamaian dan kerjasama internasional. Oleh karena itu gagasan atau cita-cita yang termasuk dalam Dasa Sila Bandung tampaknya masih relevan untuk diwujudkan bukan hanya dikawasan Asia-Afrika sebagai sponsor Konfrensi tersebut, tetapi juga diseluruh dunia dan untuk segala zaman.
Senada dengan hal itu, Achmadi (1979) menyatakan gagasan semangat Deklarasi Bandung yang termuat didalam Dasa Sila Bandung ternyata sampai saat ini masih menyentuh hati nurani bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian. Dan lebih jauh dikemukakan bahwa semangat tersebut perlu dokorbankan di dalam dunia sekarang yang sedang mencari jalan keluar dari kemelut yang melandanya. Sedangkan pada sisi lain Gafur (1079) memberikan ulasan bahwa semangat Deklarasi Bandung tetap relevan sepanjang masa dan menjangkau sampai keakhir zaman mengingat ia mempunyai basic philosophy of thinking, yang sangat manusiawi.
Bertolak dari uraian itu maka tampaknya ada beberapa nilai atau makna yang terkandung dari Kronfensi dari Asia-Afrika itu yang sudah sewajarnya ditumbuhkembangkan dalam kehidupan berbangsa dan berbegara yang pada akhirnya bertujuan untuk bangsa serta terpeliharanya perdamaian dunia yang abadi.
Adapun nilai-nilai atau makna tersebut:
1. Semangat Bandung sebagai medium penyelamat semua bangsa dari kehancuran dan kemusnahan.
2. Deklarasi Bandung sebagai tiang penopang atau pemberi aspirasi bagi bangsa-bangsa di dunia yang sedang memperjuangkan eksistensi dan hak hidupnya terutama bangsa-bangsa yang sedang berkembang yang masih jauh menikmati kesejahteraan hidupnya.
3. Deklarasi Bandung yang memuat beberapa pemikiran tersebut merupakan sumbangan yang amat besar bagi bangsa yang sedang diancam oleh bahaya-bahaya yang mengancam eksistensinya (Achmadi, 1979;5-8).
4. Sebagai bukti adanya kebulatan tekad bangsa-bangsa Asia-Afrika yang menentang imprialisme-kolinialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Ini berarti bahwa bangsa-bangsa Asia-Afrika adalah bangsa yang cinta kemerdekaan dan perdamaian.
5. Telah dirumuskannya prinsip-prinsip dasar yang kokoh bagi usaha untuk mencapai perdamaian dan keadilan serta membina hubungan baik diantara bangsa-bangsa di dunia.
6. Onfensi Asia-Afrika telah memberikan kekuatan moral yang luar biasa besarnya kebangkitan bangsa-bangsa di dunia dan suatu momentum sejarah yang sangat penting bagi penentuan nasib bangsa-bangsa yang masih atau pernah hidup didalam penjajahan dan penindasan kaum imprialis dan kolonialis.
7. Prinsip-prinsip pada Dasa Sila Bandung mengilHAMi gerakan-gerakan solidaritas dengan jangkauan yang lebih luas seperti lahirnya gerakan negara-negara Non Blok, kesetiakawanan Kelompok 77 maupun ASEAN (Malik, 1979; 10-11; Abdul Gani, 1979; 29-38).
Bertolak dari uraian itu jelas visi dan misi dari GNB sangat sejalan dengan KAA.
di Bandung 1955. Tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pendiri dari GNB ada lima orang/negara yaitu Broz Tito, Yogoslavia, Abdul Nasser, Mesir, J.Nehru, India, Soekarno, Indonesia dan Kwame Nkrumah, Ghana.
Keanggotaan dari GNB dewasa ini tidak hanya dari kawasan Benua Asia-Afrika tetapi juga meliputi Negara yang sedang berkembang dikawasan Eropa dan Amnerika Latin, jumlah anggota GNB sampai saat ini diatas ratusan (123?) Negara. Sedangkan pertemuan tingkat tinggi dilakukan secara ruti setia tiga bulan sekali dan ketuanyapun bergiliran. Sampai tahun 2003 pertemua, atau KTT GNB sudah dilakukan sebayak 13 kali dan tahun 2003 dilakukan di Malaysia.
Berikut ini diuraikan KTT yang pernah dilakukan oleh GNB sejak tahun 1961-2003. Akan tetap yang akan dibahas hanya yang pentin-penting saja.
1. KTT I GNB di Biograd pada tanggal 1- 6 September 1961.
Konfrensi ini diselenggarakan disebabkan oleh adanya krisis Kuba, dari uUni Soviet membangun pangkalan peluru kendali secara besar-besaran di daerah tersebut. Tentu saja AS berkeberatan dan terjadi ketegangan diantara mereka, yang pada akhirnya mengganggu perdamaian dunia, jika ketegangan itu beer;anjut apalagi dikwatirkan pecah perang nuklir yang hebat. Oleh karena itu Negara-negara yang tergabung dalam wadah GNB berusaha mendamaikan ketegangan itu melalui penyelenggaraan KTT ini. Pada KTT I ini dihadiri oleh 23 negra yaitu: 1) Yogoslavia, 2) Kuba, 3) Afganistan, 4) Aljazair, 5) Birma(atau Myanmar sekarang), 6) Kamboja, 7) Indonesia, 8) India. 9) Mesir, 10) Sri Lanka, 11) Ghana, 12) Saudi Arabia, 13) Tunusia, 14) Etiopia, 15) Mali, 16) Goenia, 17) Libanon, 18) Maroko, 19) Saudan, 20) Nepal, 21) Irak, 22) Cytrus dan 23) Somali.
KTT I ini menghasilkan keputusan yang dituangkan dalam “Declaration of Biograd” yang isinya sebagai berikut.
1. Menghentikan perang dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, sehingga dunia tidak lagi tertimpa perang yang lebih hebat dari perang yang telah terjadi.
2. Berusah mendamaikan Amerika Serika dengan USSR, dengan mengirimkan duta GNB seperti Soekarno presiden RI dan Modibo Presiden Mali untuk menemui presiden Amerika Serikat menyampaikan isi Deklarasi Biograd. Befitu pula untuk menemui pimpinan di Negara USSR, GNB juga mengirim dutanya yaitu J. Nehru PM India dan Nkrumah presiden Gana untuk bertemu dengan presiden Chrushcev dan menyampaikan pesan yang dimuat dalam Deklarasi Biograd. Atas kunjungan tokoh-tokoh GNB itu, kedua Negara adidaya yang saling tegang itu akhirnya menghormati hasik KTT Biograd 1961, sehingga ketegangan duni mereda untuk sementara waktu.
2. KTT II GNB diselenggarakan di Ibu kota Mesir, Kaoiro pada tahun 1964.
Pada konfrensi ini dihadiri oleh 46 negara dengan rincian 23 negara peserta KTT I juga hadir ditambah juga 23 negara baru, yaitu 1) Anggola, 2) Burundu, 3) Kamerun, 4) Republik Afrika Tengah, 5) Chad, 6) Kongo Brazavelle, 7) Mauritania, 8) Yordania, 9) Kenya, 10) Kwait, 11) Laos, 12) Afrika Barat Daya, 13) Liberia, 14) Libia, 15) Malawi, 16) Negeria, 17) Sinegal,18) Siera Lione, 19) Syria, 20) Togo, 21) Tanganyika, 22) Sansibar dan 23) Sambia.
Penambahan peserta konfrensi sebesar 100% ini berarti Negara-negara yang tergabung dalam wadah GNB ini menyadari betul bahwa gerakan ini dianggap justru lebih menguntungkan posisimya sebagai Negara yang lemah dan baru berkembang sehingga tidak akan terseret kedalam pertikaian akibat pengaruh hegemoni yang diperebutkan oleh kedua Negara adidaya diatas.
Adapun hasil penting KTT II di Kairo itu antara lain:
1. Aksi bersama untuk mebebaskan Negara-negara yang masih terjajah, dan menentang atau menhapuskan segala bentuk kolonialisme, imperialism dan neokolonialisme.
2. Menghormati hak menetukan nasib sendiri.
3. Penghapusan rasdiskriminasi dan politik Apharteid.
4. Hidup berdampingan secara damai sesuai prinsip PBB.
5. Menghormati kedaulatan dan wilayah Negara lain.
6. Penyelesaian perselisihan secara damai tanpa ancaman dan kekerasan.
7. Perlucutan senjata secara umum dan menyeluruh penghapusan senjata nuklir.
8. Menolak adanya fakta militer, pangkalan asing dan pasukan asing.
9. Meningkatkan peranan PBB dalam maslah internasional.
10. Mengembangkan kerjasama ekonomi antar anggota.
11. Kerjasama kebudayaan, ilmu pengetahuan dan pendidikan.
3. KTT III GNB, dilaksanakan di Luzaka (Zambia)
Pada tahun 1970 dihadiri oleh 59 negara. Ini artinya pada konfrensi ketiga ini bertambah 13 negara lagi, yang meliputi: 1) Batswana, 2) Kongo, 3) Guenea Katulistiwa, 4)Guyana, 5)Yamaica, 6) Leshato, 7) Khinshasa, 8) Malaysia, 9) Ruanda,10) Yaman, 11) Singapura,12) Swasilan, dan 13) Trinidat. Pada KTT III ini RI diwakili oleh presiden Soekarno.
4. KTT IV GNB, dilaksanakan pada tahun 1973 di kota aljazair, sedangkan KTT V diselenggarakan di Colombo pda tahun 1976 yang dihadiri oleh 94 negara.
5. KTT VI diselenggarakan di Havana, Kuba pada tahun 1979. Pada saat konfrensi dilaksanakan situasi dunia penuh dengan gejolak, yang ditandai oleh adanya invansi USSR ke Afganistan dan adanya konflik diantara anggota GNB, yakni adanya invansi Vietnam ke Kamboj, konflik Irak-Iran, dan keluarnya Myanmar dari keanggotaan GNB. Pada konfrensi ini mulai tampil pemikiran guna menyusun tata ekonomi dunia baru, program komuditi terbaru dan dana bersama, dan negosiasi global.
6. KTT VII GNB yang diselenggarakan di New Delhi pada tahun 1983. Pada saat konfrensi dilaksanakan dunia sedang ketakutan akibat terjadinya perang dingion yang disertai perlombaan perlombaan senjata nuklir antara AS dan USSR, serta kondisi ekonomi dunia dilanda krisis. Jumlah peserta yang hadir pada konfrensi tersebut sebanyak 101 negara. Konfrensi ini menhasilkan apa yang dikenal dengan “Pesan New Delhi (New Delhi Message), yang isinya mendesak negar-negar adkuasa menghentikan perlombaan senjata nuklir dan merundingkan perubahan struktur ekonomi dunia, serta menganjurkan agar terciptanya kemandirian bersama.
7. KTT VIII GNB di Harare, Zimbabwe pada tahun 1986 dihadiri oleh 101 negara. Pada saat konfrensi ke – 8 diselenggarakan keadaan dunia sudah mulai berubah yakni di USSR tampil Michael Gorbachec yang melakukan perubaha yang cukup signifikan yang dikenal dengan istilah “ Glas-nost dan Parestroika” sehingga perlombaan senjata nuklir mulai mereda, tetapi keadaan dikawasan Timur Tengah cukup tegang akibat dari gerakan yang dilakukan oleh rakyat Palestina. Hasil dari konfrensi ini, diantaranya adalah mendesak agar segera diadakan konfrensi prdamaian di Timur Tengah; mengatasi masalah hutang luar negeri Negara berkembang yang tergabung dalam wadah GNB; meperbaiki struktur perekonomia dunia; dan mengusahakan perdamaian dunia.
8. KTT IX GNB dilaksanakan di Beograd, Yogoslavia pada tahun 1989. Peserta yang hadir sebanya 102 negara. Pada saat konfrensi dilaksanakan dunia sudah tidak teganag lagi karena perang dingin sudah selesai. Akan tetapi perekonomian di Negara-negara ketiga cukup parah kecuali kawasan Asia tenggara dan Asia Timur.
Walaupun tidak lagi dunia dikwatirkan oleh perang, tetapi dunia dikotak-kotakan dalam blok-blok ekonomi baru yang cenderung eklusip seperti MEE, Pasar bersama AS, Canada, dan Meksik, serta kerajaan wilayah Pasifik. Disamping itu banya Negara menjalan proteksi dan masalah hutang luar negeri Negara berkembang.
9. KTT X GNB diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1992. Konfrensi ini berlangsung pada tangga 1-6 September 1992 yang dihadiri oleh 108 negara. Ketika dilaksanakan pertemuan ini dunia sudah berubah, dalam arti perang dingin sudah tidak ada lagi ditandai dengan bubarnya USSR. Walaupun demikian bukan berarti eksitensi GNB tidak diperlukan lagi tetapi justru perannya sangat penting untuk membatasi dominasi AS dan Negara-negara maju serta munculnya blok-blok ekonomi baru. Oleh karena dipandang perlu ntuk mempertahankan eksistensi GNB, maka pada KTT X ini dilaukan langkah-langkah konkret yaitu mendirikan forum dan perangkat organisasi baru, diantaranya Biro Koordinasi Non Blok di PBB, dan Kelompok Kerja Tingkat Tinggi. Jadi, konfrensi ini diharapak dapat menghasilkan karya yang lebih nyata dan berbeda dengan KTT GNB sebelumnya yang hanya pertemuan 3 tahunan para petinggi Negara anggota.
Bertolak dari itu maka KTT GNB X di Jakarta 1992 menghasilkan sesuatu yang sangat penting bagi arah perjuangan GNB yang cukup penting hasik konfrensi tiu dikenal dengan “pesan Jakarta atau The Jakarta Message” yang terdiri dari 27 Diktum yang intinya adalah kesempatan dari GNB untuk ikut menyusun tata dunia baru yang demokratis, yang mengutamakan perdamaian, keadilan, keamanan, pembangunan, demokrasi dan, pengkayaan HAM. Disamping itu pesan Jakarta, berisi juga harapan untuk restrukturisasi, Revitalisasi Demokrasi PBB, mendukung perjuangan rakyat Palestina dan menuntut Israel agar keluar dari wilayah Arab dab Yerusalem yang didudukinya; serta mengecam politik Apharteid di Afrika Selatan dan mendukung warga kulit hitam.
Pada pertemuan ini juga dinilai bahwa struktur ekonomi dunia belum adil sehingga meninbulkan kesenjangan antara Negara maju dengan Negara yang berkembang dalam bidang kesejahteraan dan teknologi. Untuk itu GNB juga mengajak masyarakat dunia untuk memerangi kemiskinan dan keterbelakakangan dengan mengembangkan SDM. Disamping itu dikritik pula bahwa negar-negar maju tidak bersedia menyelesaikan perundingan negosiasi perdagangan multilateral di putaran Uruguay. Dialog utara-selatan perlu ditingkatkan, dan mengalakkan hubungan selatan-selatan, termasuk dengan kelompok 77. Disepakati pula oleh GNB bahwa HAM itu bersifat universal, tetapi tidak menyetujui pendiktean konsep HAM dari Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang untuk kepentingan tertentu dan menyambut baik hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro atau Brazil
10. KTT XI GNB di Cartagena, Colombia pada tahun 1995. Dalam KTT kali ini, secara resmi presiden akan menyerahkan jabatan kepemimpinan GNB periode 1992-1995 kepada presiden Colombia Ernesto Samper, sebagai ketua GNB masa bakti 1995-1998 sekaligus tuan rumah KTT XI GNB yang berlangsung pada tanggal 17-20 oktober 1995. Serah terima kepala BPK GNB Nana Sutresna menambahkan, tidak seperti KTT X di Jakarta, KTT XI kali ini akan diwarnai dengan acara serah terima jabatan secara resmi dari Indonesia kepada Colombia, yang akan dilakukan dalam pembukaan siding. Di Jakarta acara ini tidak bisa dilaksanakan karena posisi Yogoslavia sebagai ketua sebelumnya, tidak memungkinkan presiden Soeharto juga akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban selama menjadi ketua GNB. Usai menyerahkan palu kepemimpinan kepada presiden Samper, presiden Soeharo juga akan menyerahkan buku laporan resmi kegiatan GNB dibawah kepemimpinan Indonesia kepada Colombia. Sepeerti pada umumnya, KTT akan didahului dengan pertemuan para pejabat tinggi (SOM atau Senior Oficial Meeting) pada tanggal 14 Oktober, lalu peertemuan tingkat menteri luar negeri atau KTM tanggal 16-17 Oktober, diimbangi dengan pembentukan komite politik dan komunike ekonomi. Komite politik kali ini jatuh pada jatah Asia, sedang komite ekonomi akan diketahui salah satu Negara Afrika. Menyinggung masalah Kaukus GNB, Nana Sutresna mengatakan kepala Negara akan mengadakan pertemuan khusus dari bertukar pikiran guna mengkoordinasikan cara menghadapi siding khusus 50 tahun PBB. Pelasanaan KTT XII GNB, pada tahun 1998 dan sebagai tuan rumah adalah Afrika Selatan yang kebetulan sebagai ketua GNB. Selanjutnya kepemimpinan GNB jatuh pada tangan Bangladesh dan berhak pula sebagai tuan rumah penyelenggara KTT XIII tahun 2001. Akan tetapi tidak bisa diselenggarakan karena rezim baru banglasdesh menganggap GNB tidak arti yang penting lagi. Karena itu konfrensi GNB tidak biasa berlangsung dan baru tahun 2003 dapat dilangsungkan dan penyelenggaranya adalah negeri Jiran atau Malaysia.
11. KTT XIII GNB di Kuala Lumpur, Malaysia 2003. Pertemuan ke-13 ini menghasilakan apa yang dikenal dengan “deklarasi Kuala Lumpur” yang intinya sebagai berikut. Deklarasi yang merujuk pada peningkatan peran dan pentingnya GNB dalam mencapai tujuan melalui serangkaian tindakan. Misalnya mengonsolidasikan kekuatan yang menyatukan anggota GNB. Para kepala Negara dan pemerintahan yang tergabung dalam GNB sepakat bahwa untuk mencapai revitalisasi GNB, mereka harus melaksanakan setia upaya menuju terciptanya dunia banyak kutub melalui perkuatan peran PBB yang memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dalam Deklarasi Kualalumpu yang berlandaskan pada Deklarasi Bandung 1955 dan dikeluarkan pada akhir KTT, para kepala negar dan kepala pemerintahan menyampaikan keinginan agar PBB meningkatkan hak asasi manusia, pembangunan ekonomi, social dan penghormatan hokum internasional sebagaimana tercamtum dalam piagam PBB. Akhirnya Deklarasi Kuala Lumpur disepakati oleh para kepala Negara dan pemerintahan GNB. Kuala Lumpur menjadi tuan rumah KTT ke-13 GNB yang berlangsung selama 20-25 Februari. Perhelatan akbar itu diawali oleh pertemuan tertutup dua hari ditingkat pejabat senior (SOM), lalu pertemuan tertutup tingkat menlu SOM dibagi dalam dua komite, yaitu komite politik serta komite social ekonomi. Sementara petemuan tingkat menteri dibagi dalam empat kelompok kerja guna membahas berbagai masalah internasional saat ini, termasuk konflik Irak, Palestina, dan Korut. Dalam Deklarasi Kuala Lumpur, mereka menyatakan bahwa setelah lebih 40 tahun sejak GNB berdiri dan setelah melalui banyak tantangan dan rintangan, sudah tiba waktunya secara menyeluruh mengkaji peran, susunan, dan metode kerja GNB. Tuuannya agar GNB dfapat mengikuti Zaman dan kondisi baru serta dapat lebih memperkuat gerakan. Dengan terjadinya peningkatan globalisasi dan kemajuan cepat ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia telah berubah secar drastic. Misalnya negar kaya memaksakan pengaruh dalam menentukan sifat dan arah hubungan internasional termasuk hubungan ekonomi dan perdagangan serta ketentuan yang mengatur hubungan itu dalam banyak hal bahkan mengorbankan Negara berkembang, sebagai mana yang dikatakan oleh Menlu Malaysia Hamid Albar. Karena itu GNB harus menanggapi dengan menjamin relevansi dan manffat yang berlanjut bagi anggota-anggotanya. Untuk menjadi tindakan, mereka menetapkan sebilan upaya yaitu meningkatkan persatuan engan dasr persatuan dan sejara perjuangan bersama serta memelihara upaya menjamin semua kepentingan terus ditingkatkan dan keprihatinan ditangani penuh kritik. Lalu menegakkan prinsip dasar GNB dan piagam PBB dalam memelihara serta meningkatkan perdamaian dunia melalui dialog dan diplomasi dikalangan Negara anggota, dan menghindarkan penggunaan kekuatan untuk menyelesaikan konflik. Disisi lain, meningkatkan serta memperkuat banyak pihak sebagai sarana yang harus ada dalam memelihara kepentingan Negara anggota GNB dan PBB, mendorong Demokratisasi. Sistem pemerintahan internasional guna meningkatkan keterlibatan. Negara berkembang dalam pengambilan keputusan tingkat internasional. Upaya lain, bersikap pro aktif dalam menghadapi perkembangan internasional tertama yang berdamapak pada anggota GNB dengan tujuan menjamin GNB tidak tersisih, tetapi berada di pusat proses pengambilan keputusan tingkat internasional; memperkuat kemampuan nasonal untuk meningkatkan kelenturan individu dan kolektif meningkatkan kerjasama selata-selatan pada semua bidang hubungan, tertama social, politik, budaya, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Meningkatkan hubungan kerjasama yang lebih dinamis dengan Negara industry maju dengan dasar keterlibatan konstruktif, kemintraan luas dan saling menguntungkan; mendorong interaksi dan kerjasama lebih besar dengan berbagai organisasi masyarakat di Negara anggota GNB, sector swasta dan anggota parlemen dengan pengakuan bahwa merejka dapat memainkan para konstruktif sasaran bersama GNB. Sementara itu saat menutup KTT GNB di Kuala Lumpur ini, PM Malaysaya Mahathir Muhammad menyatakan bahwa kesejahteraan dunia akan lebih baik oleh system banyak pihak yang kuat. Itu, ujarnya berawal dari PBB yang lebih mewakili dan demoratis daripada system satu pihak yang dilandaskan atas dominasi satu Negara. Kita bertekad member dukungan kuat yang berkelanjutan pada PBB, “ Kata Mahathir.” Kita juga telah menyaksikan tantangan baru yang dihadapi GNB antara lain ancaman terorisme internasional. Kita harus memainkan peran dalam upaya internasional guna memerangi ancaman ini, “ Ujarnya pula. Pada pertemuan yang dihadiri oleh 114 negara itu GNB juga mensahkan masuknya Timor Leste, Saint Vincent, Granada sebagai anggota baru GNB dibentuk dengan tujuan membebaskan rakyat dari kolonisasi, tertama di timur Tengah-tempat Israel menduduki wilayah bangsa lain dan tak mau melaksanakan hokum internasional serta resolusi PBB, disamping tak bersedia memberi rakyat Palestina hak paling dasar mereka menetukan nasib sendiri dan berdirinya Negara Palestina merdeka. GNB didirikan berdasarkan dengan landasan hasil KAA di Bandung 1955 dengan salah satu tujuan utama menghapuskan kolonisasi Mahathir mengatakan Negara anggota GNB juga menhadapi globalisasi dan mesti melancarkan upaya bagi integrasi Negara berkembang kedalam tatanan baru politik, ekonomi, dan kemanusian global. Kendati demikian, katanya revolusi dalam bidang teknologi informasi dan telekomunikasi dengan cepat mengubah dunia dan memperlebar perbedaan digital antara dunia maju dan berkembang. “jelas demikian kepentingan kita, GNb harus memperkokoh persatuan dan kebersamaan serta berbicara dengan satu suara mengenai maslah penting. meski kita tak perlu melakukan pendekatan konfrontatif, kita juga tak perlu bersikap bertahan dalam hubungan dengan Negara maju, “ kata Mahathir.” Semua tantangan itu memerlukan tanggapan mendesak yang cocok, straegi yang jelas dan pragmatis, serta tindakan yang terkoodinasi dengan baik.” Semua pendekatan kita adalah pendekatan yang baik dan sejalan dengan prinsip keadailan dan demokrasi,” ujar Mahathir.”

RANGKUMAN

Gerakan Non Blok (GNB) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari seratus Negara-negara yang tidak menganggap dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun. Mereka merepresentasikan 55% penduduk dunia dan hampir dari 2/3 keanggotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggrakan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljzair, Srilanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kamboja, Afrika selatan dan Malaysia.
GNB dibentuk pada tahun 1956 olej Joseph Bros tito presiden Yugoslavia, Soekarno presiden Indonesia, Gamal Abdul Nasser presiden Mesir, Pandit Jawaharlal Nehru PM India, dan Kwame Nkrumah, presiden Gana. Dengan KTT I tahun 1961 di Beograd Yugoslvia, yang mampu menunjukan jati dirinya untuk tidak membawa Negara-negara di dunia untuk tidak beraliansi dengan Negara-negara adaidaya peserta perang dunia.
Pada 18 April 1955, dimulailah konfrensi Asia Afrika yang di Mulai di Kota Bandung. Konfrensi ini berlangsung tanggal 25 April 1955 dan diikuti oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika. Tujuan utama konfrensi ini adalah membentuk kubu kekuatan Negara-negara dunia ketiga untuk menhadapi dua kubu adidaya, Barat dan Timur. Di akhir konfrensi ditandatanganilah Deklarasi Bandung yang isinya kesepakatan untuk mengadakan kerjasama ekonomi dan budaya diantara Negara-negara di dunia ketiga serta mengakui adanya hak untuk mengakui adanya hak menentukan nasib bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Selain itu konfrensi ini juga mengeluarka resolusi yang menentang pejajahan Prancis atas Guinea Baru. KAA juga menjadi pendhuluan dari terbentuknya organisasi Gerakan Non Blok.
Eksistensi GNB kedepan dihadapkan pada tantangan yang cukup berat dan kompleks untuk itu GNb haruslah tetap proaktif dalam menghadapi perkembangan internasional yang terutama berdampak pada anggota GNB, dengan harapan GNB tidak tersisih tetapi justru berada di pusat proses pengambilan keputusan tingkat internasional. Disamping itu GNB hendaknya memacu anggotanya untuk memperkuat kemapuan nasionalnya agar terjadi peningkatan kelenturan individu dan kolektif; meningkatkan kerjasama selatan-selatan pada semua hubungan tertama politik, social, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan; konstruktif dengan harapan dapat mewujudkan tujuan dari GNB. Dewasa ini ada beberapa isu global yang hendaknya diantisipasi oleh GNB diantaranya persenjataan dan keamanan, pembangunan, ketergantungan ekonomi, lingkungan hidup, kependudukan, bahan pangan, energy, hak asasi manusia dan yang kini paling menakutkan adalah gerakan terorisme. Dalam upaya untuk mengatasi persoalan tersebut, GNB mesti dengan serius mengerahkan potensinya. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggerakkan hubungan antar bangsa, antar rakyat, dan bukan semata-mata antar pemerintah. Itulah sebenarnya esensi dari kata “internasional”. Jadi, mereka menciptakan kerjasama antar rakyat baik internal GNB maupun eksternal (dunia) dan menjalin kerjasama dengan berbagai actor non pemerintah yang telah aktif dalam berbagai kegiatan diberbagai bagian dunia. Dengan jalan seperti itu setidak-tidaknya akan dapat diselesaikan tantangan yang dihadapi secara demokratis.


E. Referensi utama
1.Mas’oed, Mohtar, 2003. Ekonomi Politik Internasional dan pembangunan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2.Bantoro, Bantarto, dkk.1995. refleksi setengah abad kemerdekaan Indonesia. Jakarta: CSIS
3.Poeponegoro, Marwati, dkk. 1992. Sejarah nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
4.Mempertahankan kemurnian Non Blok. 1979. Jakarta: Yayasan Idayu.
5.Rudy, May. 2003. Hubungan internasional kontemporer dan masalah-masalah global. Bandung: Reflika Aditama.
6.Sriyono, Agus.A. 2004. Hubungan internasional: percikan pemikiran diplomat Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.