Dapatkah kita belajar dari sejarah?
Sebelum kita berbicara tentang guna sejarah, kiranya perlu diajukan pertanyaan prinsip terlebih dahulu, yaitu dapatkah kita belajar dari sejarah? Pertanyaan ini sebenarnya dengan sendirinya muncul, karena seperti dijelaskan dalam beberapa uraian terdahulu peristiwa sejarah terjadi sekali dan tidak bisa diulangi lagi, sehingga studi sejarah pada dasarnya adalah studi tentang peristiwa khusus (prcaticular/unique event). Oleh karena sifat dasar dari peristiwa sejarah adalah bersifat khusus, maka akan sulit mendapatkan pegangan-pegangan dari peristiwa sejarah yang bisa digunakan untuk menghadapi problem masa kini dan masa yang akan datang seperti yang bisa dilakukan di lingkungan ilmu-ilmu ilmiah.
Demikianlah selama sejarawan berpegangan/berpikir bahwa peristiwa sejarah terjadi sekali dan tidak bisa diulangi lagi (peristiwa sejarah adalah peristiwa kebetulan), tentu saja kemungkinan untuk mendapatkan pegangan itu sulit dibayangkan. Tetapi seperti dijelaskan pula dalam uraian terdahulu bahwa disamping peristiwa-peristiwa khusus sejarawan juga berhadapan dengan peristiwa-peristiwa massal (massa occurences), dimana bisa dilihat semacam perulangan, dan karena itu dimungkinkan adanya identifikasi keteraturan/keajegan ataupun kecenderungan dari sejumlah peristiwa sejarah yang sejenis, meskipun sifatnya terbatas bila dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam ilmu-ilmu alamiah. Bahkan ada sementara sejarawan yang beranggapan bahwa generalisasi merupakan bagian penting dari semua karya sejarah atau bahwa ada karya sejarah hakekatnya berfariasi secara kontinum dari yang bersifat ideoografis (menekankan peristiwa khusus) sampai kesifat nomothetis (menekankan perumusan/penggunaan generalisasi).
Sejalan dengan diakuinya peranan generalisasi dalam sejarah, meskipun sifatnya terbatas bila dibandingkan dengan generalisasi dalam ilmu-ilmu alamiah, maka prediksi (peramalan) sebagai kelanjutan dari usaha menggeneralisasi, dianggap juga bisa memberikan perspektif dalam sejarah. Maksudnya, meskipun banyak sejarawan menegaskan, bahwa sejarah tidak mungkin membuat peramalan, tetapi mengutip kembali kata-kata Blok, dia melihat disamping sifat keterbatasan dari sejarah untuk memprediksi yang akurat, namun masing dianggap mampu memberi pengertian yang lebih baik bagi masa kini yang menjadi landasan bagi harapan mencapai masa depan yang lebih baik. Tegasnya sejarawan ini tetap yakin akan kemungkinan sejarah memberi pegangan dalam kita menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.
Dengan dasar pikiran di atas ini, maka kiranya prinsip belajar dari masa lampau, bukan saja mungkin tetapi malah bisa dianggap fungsi penting dari belajar sejarah dalam menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Hal ini bisa dihubungkan dengan uraian terdahulu (manusia dan masa lampau), dimana ditegaskan, tanpa masa lampau boleh dikatakan manusia kehilangan pegangan dalam menghadapi problem-problem masa kini dan yang akan datang.
Guna Educatif
Dalam hubungan hal diatas inilah kita bertemu dengan apa yang sering dikemukakan sebagai guna edukatif dari sejarah, yaitu bahwa sejarah bisa memberikan kearifan dan kebijaksanaan bagi yang mempelajarinya yang dengan singkat dirumuskan oleh Bacon “histories make man wise”.
Atas dasar ini pula bisa ditunjukkan bahwa sejarah yang mengarahkan perhatiannya terutama pada masa lampau, tidak bisa lepas dari kemasakinian, karena semangat yang sebenarnya dari kepentingan mempelajari sejarah ialah nilai kemasakiniannya. Ini tersirat pada kata-kata Crose yang dikutip Carr bahwa “all history in contemporary history”, atau yang secara lebih luas dirumuskan oleh Carr sendiri, bahwa sejarah itu hakekatnya: “unending dialogue between the presebt and the past”(dialog yang tidak berkeputusan antara masa kini dan masa lampau). Pernyataan-pernyataan di atas ini sebenarnya mengandung makna bahwa hanya apa bila kita bisa memproyeksikan masa lampau kemasa kinilah kita bisa berbicara tentang arti dan makna edukatif dari sejarah, sebab dalam kemasakinianlah masa lampau itu baru merupakan “masa lampau yang penuh arti (the meaningfull past), bukan “masa lampau yang mati” (the dead past).
Menyadari guna edukatif dari sejarah berarti menyadari makna dari sejarah sebagai masa lampau yang penuh arti, yang selanjutnya berarti bahwa kita bisa memungut dari sejarah nilai-nilai berupa ide-ide maupun konsep-konsep kreatif sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah-masalah kita masa kini dan selanjutnya untuk merealisasi harapan-harapan di masa yang akan datang.
Guna Inspiratif
Belajar Sejarah, di samping untuk mengabil ide-ide maupun konsep-konsep yang langsung berguna bagi pemecahan masalah masa kini, dianggap juga penting untuk mendapatkan inspirasi dan semangat bagi mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa.
Makna inspiratif dari sejarah dengan sangat tepat tercermin pada serangkaian kalimat yang diukir pada pintu keluar Museum Sejarah Perjuangan Nasional Mexico-City, yaitu:
We leave the museum behind, but not history, bicouse history continues with our life. The Motherland is a continuity, and we are all labourers toiling for its greatness. Out of the past we receive the strength required for the Present, out of the past we receive the purpose and the encouragement for the future. Let us then realize the responsibilities for freedom, in order to deserve more and more the honour of being Mexicans.
(Kita meninggalkan museum akan tetapi tidak meninggalkan sejarah, oleh karena sejarah berjalan teruns dengan penghidupan kita. Tanah tumpah darah merupakan suatu kelangsungan, dan kita semua adalah karyawan yang bekerja untuk kebesarannya. Dari jaman lampau kita menerima kekuatan yang dibutuhkan untuk jaman sekarang, dari jaman lampaukita menerima niat dan dorongan buat hari depan. Marilah kita menyadari rasa tanggung jawab yang bersangkutan dengan kemerdekaan agar kita makin patut menerima kehormatan bernama warga bangsa Mexico.
Guna inspiratif kelihatannya sejalan dengan semangat nasionalisme/patriotisme, jadi terutama fungsi bagi usaha mnumbuhkan harga diri dari bangsa, terutama dari bangsa yang suatu ketika pernah dijajah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, seperti ditegaskan oleh Nugroho Notosusanto, hal ini terutama berkembang di negara-negara dunia ketiga,dimana sasarannya yang utama adalah menumbuhkan kebanggaan kolektif seperti tercermin dari kutipan yang diambil dari David C. Gordon:
History as the collctive memory of a people of its past experiences, its heroes, its great deeds a basis for its sense of identity, a resevoir upon which it can draw to give itself meaning, and a density, as well as to endow its young with a collective pride and dedication to the tribe, the state, the nation, or the religion.
(sejarah sebagai memori kolektif dari suatu kelompok tentu yang mengandung pengalaman masa lalunya, pahlawan-pahlawannya serta karya-karya besarnya, adalah suatu landasan bagi rasa identitas dirinya, suatu sumber dari mana kelompok itu bisa memberi makna pada dirinya dan juga satu arah, disamping juga yang mewariskan kepada kaum mudanya kebanggaan kolektif dan dedikasi bagi kelompok sukunya, negerinya, bangsanya ataupun agamanya).
Di Indoonesia fungsi sejarah seperti ini juga kelihatannya sangat disadari, terutama dalam rangka apa yang disebut “ nation building” hal ini tercermin antara lain pada kata-kata T.B Simatupang dalam artikelnya yang berjudul “Pentingnya Revolusi 45 bagi kita dewasa ini”, dimana dia menyimpulkan
Oleh sebab itu revolusi 45 tetap penting bagi kita semua. Revolusi 45 itulah yang merupakan ukuran bagi kita untukmengoreksi hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi-aspirasi yang sejak dahulu menggerakkan perjuangan kita, yaitu membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Guna rekreatif dan instruktif
Nugroho Notosusanto masih menambahkan adanya dua guna sejarah yang cukup penting, yaitu guna reaktif .
Yang pertama menunjuk pada nilai estetis dari sejarah, terutama berupa cerita yang indah tentang tokoh ataupun peristiwa sejarah, disamping juga memberikan kepuasan dalam bentuk yang diistilahkan Nugroho Notosusanto sebagai “pesona perlawatan”. Dengan membaca sejarah seseorang bisa menerobos batas waktu dan tempat menuju jaman lampau dan tempat yang jauh untuk mengikuti berbagai peristiwa manusia di dunia ini.
Sedang guna instruktif dari sejarah dijelaskan Nugroho otosusanto sebagai fungsi sejarah dalam menunjang bidang-bidang setudi kejuruan/keterampilan seperti navigasi, teknologi senjata, jurnalistik, taktik militer dan lain-lain. Tentu saja yang dimaksudkan disini ialah sejarah yang menyangkut penemuan-penemuan teknik sepanjang kehidupan manusia, dimana sejarah masing-masing penemuan tersebut diperlukan bagi penjeasan prinsip-prinsip kerja teknik-teknik tertentu yang tidak jarang berkembang dari satu penemuan yang sederhana untuk akhirnya sampai pada taraf perkembangan yang sangat canggih. Memang seperti dijelaskan lebih lanjut oleh Nugroho, studi sejarah seperti ini kurang mendapat perhatian dalam sejarah sendiri, karena umumnya sudah dianggap merupakan bagian dari bidang studi teknik tertentu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar