Oleh: Adi Sanjaya, S.Pd.
Secara etimologis demokrasi terdiri dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dalam suatu tempat, dan cratos atau cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa demokrasi berarti suatu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat (Redaksi Great Publisher, 2009: 235).
Secara etimologis demokrasi didefinisikan oleh beberapa ahli, seperti (1) Joseph A. Schmeter yang mengatakan bahwa ”demokrasi sebagai suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas nama rakyat”. (2) Sidney Hook juga mencoba mengemukakan pendapatnya mengenai definisi demokrasi yang mengatakan bahwa ”demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa”. (3) Phillipe C. Schmitter juga mengatakan bahwa ”demokrasi adalah suatu pemerintahan dimana pemerintah dimintai pertanggungjawaban atas tindakan-tindakan secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil rakyat yang terpilih”. (4) Ahli Henry B. Mayo lebih lanjut juga mengatakan mengenai demokrasi sebagai sistem politik, yaitu sebagai berikut.
Demokrasi sebagai sistem politik, yaitu suatu sistem pemerintahan yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas dari wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dari beberapa pengertian mengenai demokrasi, dapat kita simpulkan bahwa dalam demokrasi peran dan partisipasi rakyat sangat penting dan menentukan bagi terciptanya proses demokratisasi.
Membicarakan demokrasi tidak terlepas dari pembicaraan soal kekuasaan dan negara, sebab pada dasarnya berbicara tentang demokrasi adalah soal bagaimana rakyat dalam suatu negara mengelola kekuasaan untuk kepentingan bersama (Adisusilo, 2005: 85). Selain itu pula berbicara mengenai proses demokrasi, setidaknya ada beberapa unsur yang perlu perhatian sebagai dasar suatu sistem politik, yaitu budaya, iklim, struktur, mekanisme, dan para pelaku politik (Sambuaga, 1994: 329). Demokrasi juga bisa dimaknai sebagai suatu prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society), baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun antara masyarakat dengan negara. Dalam rangka mewujudkan masyarakat sipil atau masyarakat madani, demokrasi adalah prasyarat mutlak (Ubaedillah, dkk, 2008: 39).
Dalam pidato kenegaraannya pada bulan Januari 1941, Franklin Delano Rosevelt, Presiden Amerika Serikat saat itu, mengemukakan sedikitnya ada empat kebebasan pokok yang dimiliki oleh manusia, antara lain kebebasan berbicara dan berpendapat di mana pun di dunia, kebebasan setiap orang untuk beribadat kepada Tuhan menurut caranya sendiri, bebas dari kekurangan sehingga bisa hidup secara damai, sehat, dan sejahtera, dan bebas dari rasa takut (Ravitch dan Thernstorm, 1994). Inilah yang menjadi salah satu semakin banyaknya lahir negara-negara demokrasi di berbagai belahan dunia.
Ada beberapa alasan bagi suatu negara memilih bentuk negara demokrasi. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya (Rosyada, 2005).
Demokratisasi sebagai suatu proses bagi suatu bangsa dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara tidak akan terlepas dari dunia politik karena kedua hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan yang erat di antara demokrasi dan politik akan memunculkan istilah demokrasi politik, yang berarti bahwa pemerintahan itu didasarkan atas kehendak yang diperintah, dan atau bahwa persetujuan rakyat itu harus diberikan penampungan, misalnya melalui pemilihan umum, pers, dan lain-lain. Tujuan dari demokrasi politik itu sendiri adalah terwujudnya suatu negara yang didasarkan atas suatu sistem perwakilan yang demokratis, yang menjamin kedaulatan rakyat (Soehardjo, 1994).
Robert A. Dahl, seperti yang dikutip oleh Saefullah Fatah (1994: 6), mengajukan lima kriteria bagi demokrasi sebagai sebuah idea politik, antara lain sebagai berikut:
a.Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat;
b.Partisipasi yang efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam rangka pembuatan keputusan secara kolektif;
c.Pembebasan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis;
d.Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda yang harus atau tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan;
e.Pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat mencakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.
Saefullah Fatah (1994: 12-13; lihat pula Dahl, 2001: 53-54) lebih lanjut mengemukakan bahwa terdapat beberapa kriteria pokok adanya praktek politik demokrasi (demokrasi politik). Beberapa kriteria pokok tersebut seperti: (1) partisipasi politik yang luas dan otonom; (2) sirkulasi kepemimpinan politik secara efektif dan kompetitif; (3) kontrol terhadap kekuasaan yang efektif; dan (4) kompetisi politik yang leluasa dan sehat dalam suasana kebebasan. Sedangkan Abdillah (1999) seperti yang dikutip Rosyada (2005: 122) mengemukakan bahwa demokrasi memiliki tiga prinsip utama, yaitu prinsip persamaan, prinsip kebebasan, dan prinsip pluralisme.
Berdasarkan pelaksanaannya, demokrasi dapat dibagi menjadi dua bentuk, antara lain demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Syafiie (2001, 140), sebagai berikut.
Demokrasi langsung terjadi bilamana untuk mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat pada suatu negara, setiap warga negara dari negara tersebut boleh menyampaikan langsung tentang hal ikhwal persoalan dan pendapatnya kepada pihak eksekutif. Jadi adanya parlemen hampir tidak diperlukan...pemilihan umum hanya untuk lembaga eksekutif.
Sedangkan Syafiie dalam bukunya juga mengemukakan tentang demokrasi perwakilan sebagai berikut (Syafiie, 2001:141; lihat pula Dahl,1992: 7),
Demokrasi perwakilan terjadi bilamana untuk mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat pada suatu negara, diperlukan adanya semacam lembaga legislatif (parlemen atau senat), karena masyarakat yang begitu banyak di suatu negara tidak mungkin seluruhnya duduk di lembaga tersebut...biasanya untuk memilih anggota parlemen ini diadakan pemilihan umum.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa praktek demokrasi di atas tergantung dari jumlah warga negara dan luas wilayah suatu negara. Untuk negara yang tidak begitu luas dan jumlah warga negaranya relatif sedikit, maka demokrasi langsung sangat cocok untuk diterapkan. Sedangkan demokrasi perwakilan lebih cocok diterapkan pada negara yang wilayahnya luas dan warga negara yang banyak, termasuk Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar