Oleh: Adi Sanjaya
Kebudayaan sering diartikan sama dengan kemanusiaan. Manusia menciptakan kebudayaan karena hakikat kemanusiaannya, dan setelah kebudayaan tercipta, dengan itu manusia melestarikan ”peri kemanusiaannya” (Dharmayuda, 1995: 1). Menurut Widagdho,dkk (2003: 21), bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari kedua pengertian tersebut, terlihat bahwa antara masyarakat dan kebudayaaan memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak dapat berdiri sendiri. Hakikat manusia adalah sebagai makhluk individu, yaitu manusia yang hidup karena manusia itu sendiri. Selain itu pula manusia dikatakan sebagai makhluk sosial (Homo Socialicus), yaitu manusia tidak dapat hidup dan berkembang tanpa bantua dari manusia yang lainnya. Selain hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, hakikat lain dari manusia seperti makhluk religius (makhluk yang memiliki kepercayaan atau keyakinan tertentu), makhluk ekonomi (Homo Economicus : makhluk yang berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dan selalu mencari keuntungan), makhluk menyejarah (makhluk yang mempunyai sejarah dalam kehidupannya dan menciptakan sejarah dalam perkembangan peradabannya), makhluk membudaya (makhluk yang selalu menghasilkan kebudayaan untuk menjaga eksistensinya, sebagai akibat manusia memiliki akal dan budi), makhluk transedentalia (makhluk yang jauh dari hal-hal yang bersifat empirik, selalu percaya akan adanya kekuatan lain di luar dirinya), dan makhluk idealita (makhluk yang percaya bahwa abstraksi dari pikiran dan gagasan merupakan hal yang paling idealis).
Terkait dengan hal itu, manusia akan menghasilkan kebudayaan yang memiliki hakikat tersendiri yang terdiri dari wujud dan unsur universal kebudayaan. Berdasarkan wujudnya, kebudayaan terbagi menjadi tiga wujud, yaitu seperti yang diungkapkan oleh J.J. Honigmann bahwa wujud kebudayaan berupa (1) ideas, (2) activities, (3) artefacts (Koentjaraningrat dalam Alfian, 1985). Jadi kebudayaan dapat berwujud ide/konsep, aktivitas sosial, dan benda fisik hasil karya manusia. Sedangkan dilihat dari unsur universalnya, maka kebudayaan terbagi menjadi 7 unsur yaitu :
- Sistem religi/kepercayaan
- Sistem organisasi kemasyarakatan
- Bahasa
- Sistem mata pencaharian
- Sistem pengetahuan
- Kesenian
- Sistem teknologi
Jadi antara masyarakat dan kebudayaan terjadi hubungan yang bersifat dialektis, artinya antara hakikat yang terdapat pada manusia itu berpengaruh dan mempengaruhi hakikat yang ada pada kebudayaan. Kebudayaan merupakan desain kehidupan manusia (design for living). Hubungan masyarakat dan kebudayaan yang bersifat dialektis ini sering disebut dengan Dialektika Budaya. Dalam dialektika budaya terjadi tiga proses antara lain :
- Proses eksternalisasi : pencurahan hati secara terus menerus terhadap produknya sendiri sehingga menghasilkan suatu karya/budaya.
- Proses internalisasi : proses pengkajian kembali sehingga menghasilkan suatu objek.
- Proses obyektivasi : proses yang berusaha menghasilkan kembali suatu produk budaya.
Terlepas dari proses yang terjadi, salah satu contoh yang dapat kita ambil dari dialektika kebudayaan adalah bahwa berdasarkan ciri-cirinya, suatu masyarakat mempunyai sistem sosial keseluruhan di mana para anggotanya memiliki tradisi dan bahasa yang sama (Keesing, 1989: 75). Di sana dapat kita lihat adanya hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang terbentuk dalam suatu kelompok masyarakat dikaitkan dengan salah satu unsur kebudayaan, yaitu bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar