Oleh: Adi Sanjaya
Periode tahun 1400 – 1600 merupakan masa – masa runtuhnya kerajaan Hindu – Buddha di nusantara sampai pada berkuasanya bangsa barat (Eropa), khususnya Portugis dan Spanyol di Indonesia. Pada awal abad XV, kekuatan besar yang sedang berkembang di dunia adalah Islam, dimana pada tahun 1453 orang – orang Turki Ottoman mampu menaklukan kota Konstantinopel, dan di bagian timur dunia Islam agama ini berkembang di Indonesia dan Filipina. Akan tetapi orang – orang Eropa, terutama Portugis mencapai kemajuan - kemajuan di bidang teknologi tertentu yang akan melibatkan bangsa Portugis dalam petualangan mengarungi samudera (Riclefs,2001 : 31). Dan akhirnya pada tahun 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka dan Maluku pada tahun 1512.
Jauh sebelum bangsa Eropa datang ke Indonesia, Islam berusaha mengembangkan sayapnya untuk berlayar berdagang menyusuri pantai ke arah timur, menuju Tiongkok. Namum mereka tidak berlayar dari Arab ke Tiongkok, namun berdagang secara beranting sehingga pada suatu saat mereka akan sampai di wilayah Nusantara (Slamet Muljana, 2005 : 144 – 145). Mengenai kedatangan Portugis ke Asia adalah mempunyai tujuan utama untuk menguasai perdagangan di Asia. Setelah mendengar informasi dari pedagang – pedagang Asia tentang pentingnya Malaka dalam perdagangan Asia, maka pada tahun 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka. Tetapi segera menjadi jelas bahwa mereka tidak menguasai perdagangan Asia yang berpusat disana. Portugis menghadapi banyak masalah dan bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri karena birokrasi yang kacau dan korupsi. Sehingga monopoli yang sebelumnya mereka terapkan pada pedagang – pedagang Asia, dialihkan ke pelabuhan – pelabuhan lain dan menghindari monopoli Portugis dengan mudah. Di sebelah barat Nusantara dengan cepat Portugis tidak lagi menjadi suatu kekuatan yang revolusioner sehingga kerajaan – kerajaan seperti Johor dan Aceh berlomba –lomba untuk menguasai Malaka dan mengalahkan Portugis. Namun arti penting penaklukan Malaka oleh Portugis hendaknya jangan dianggap remeh, karena kota ini mulai merana sebagai pelabuhan dagang selama berada dibawah cengkraman Portugis. Mereka pada dasarnya telah mengacaukan secara mendasar organisasi sistem perdagangan Asia.
Segera setelah Malaka ditaklukan maka dikirimkan misi penyelidikan yang pertama ke arah timur di bawah pimpinan Fransisco Serrao dan akhirnya berhasil menguasai Maluku pada tahun 1512 dan ia mempertunjukan kemampuan perang terhadap pasukan penyerang. Hal inilah yang membuat dirinya disukai oleh penguasa – penguasa pulau yang bersaing yaitu Ternate dan Tidore. Mereka sama – sama ingin mendapat bantuan dari Portugis. Pada waktu itu pelayaran dari Jawa dan Malaya ke pulau – pulau bagian timur sementara waktu berkurang karena hancurnya armada Jawa di Malaka pada tahun 1511. Dengan demikian, Portugis disambut baik di daerah tersebut karena mereka juga dapat membawa bahan pangan dan membeli rempah – rempah. Akan tetapi perdagangan Asia segera bangkit lagi sehingga Portugis tidak pernah memonopoli perdagangan rempah – rempah.
Dalam periode ini pedagang – pedagang pribumi seperti orang – orang Jawa, Maluku dan Bugis Makasar lebih dominan melakukan perdagangan interisuler, yakni perdagangan antar pulau di wilayah nusantara. Selain itu tidak sedikit pula yang mampu bersaing dengan pedagang – pedagang Asing dan berdagang ke luar negeri. Perdagangan dan pelayaran pada saat itu sangat hidup karena pengaruh dari pelayaran yang dipelopori oleh bangsa Eropa maupun Asia.
Jalur perdagangan yang berkembang pada saat itu antara lain dari Arab (Asia barat) ke Tiongkok namun berlayar secara beranting (Slamet Muljana, 2005 : 144), para pedagang Asia Barat yang terutama terdiri dari pedagang Arab dan Persia berlayar sampai ke Kambayat (Cambay) di Gujarat, yang terletak di pantai barat India. Mereka membawa barang dagangan seperti kain Arab, tembaga, minyak wangi, senjata dan gincu ke Kambayat untuk dijual. Dari Kambayat mereka membeli barang – barang yang berasal dari Asia Tenggara seperti rempah – rempah, cengkeh, pala, biji timah tembikar Cina, kain sutra, kayu cendana dan teh (ibid, 2005 : 145). Barang – barang tersebut kemudian diperdagangkan di Negara Arab dan Eropa.
Pusat perdagangan di pantai timur India adalah Koromandel dan Benggala, yang walaupun tidak sebesar dan sepenting Kambayat, namun kota – kota pelabuhan ini urat nadi perekonomian tanah daratan India selatan dan timur yang sangat luas. Koromandel mengekspor kain – kain pelikat dan Benggala mengekspor kain sutra, candu dan obat – obatan. Pada periode yang sama, dagang laut Indonesia masih dikuasai oleh orang – orang Jawa dari kerajaan Majapahit yang mengambil rempah – rempah, cengkeh, pala dari Indonesia timur dan dibawanya ke Malaka. Hasil bumi dari Sumatera yang berupa kapur barus, lada, gading, kayu cendana, dan lain – laindibawa ke Malaka oleh pedagang Sumatera. Dalam lalu lintas dagang di Asia Tenggara, Asia Barat, dan Asia Timur, kota pelabuhan Malaka memegang peranan yang sangat penting. Kapal – kapal dagang Indonesia yang membawa hasil bumi dari Indonesia seperti beras, lada hitam, bijih timah, dan emas cukup membongkar muatannya disana dan tidak perlu berlayar sampai ke utara, menyisir pantai laut selatan menuju Tiongkok. Di Malaka, para pedagang Indonesia sudah dapat memperoleh barang dagangan yang berasal dari Negara lain seperti kain sutra dari India, kain pelikat dari Koromandel, minyak wangi dari Persia, kain Arab, kain sutra Cina, kain bersulam emas dari Tiongkok dan barang – barang perhiasan lai yang mereka perlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar