Oleh: Adi Sanjaya
Bali yang kini mendapat julukan The Last Paradise, The Island of Thausands Temples, The Island of God, dan lain sebagainya bukanlah merupakan suatu kebetulan semata. Bali, sebagaimana daerah-daerah lain di Nusantara juga memiliki sejarah yang panjang bisa “membentuk” Bali seperti sekarang ini.
Berdasarkan bukti arkeologis yang ditemukan oleh R.P. Soejono, manusia pertama yang mendiami Pulau Bali adalah pada manusia pendukung kebudayaan kapak genggam. Terbukti dari ditemukannya jenis-jenis kapak genggara, kapak perimbas, pahat genggam, dan lain sebagainya pada tahun 1961 di Sembiran, Buleleng dan di tepi timur dan tenggara Danau Batur, Kintamani. Dari penemuan tersebut terdapat suatu persamaan dengan alat-alat yang ditemukan di Pacitan, Jawa Timur. Dari persamaan itu muncul suatu dugaan yang memungkinkan bahwa alat-alat yang ditemukan di Sembiran dan tepi danau Batur diciptakan oleh manusia jenis Pitecanthropus Erectus. Apakah mereka langsung menurunkan orang Bali sekarang? Tentu tidak. Kemungkinan mereka punah atau sisanya membaur dengan penduduk Bali masa berikutnya.
Jenis manusia selanjutnya yang mendiami Bali adalah jenis Papua melanesoid, yang didasarkan pada temuan R.P. Soejono di Goa Selonding, Pecatu, Badung, yaitu berupa alat-alat dari tulang dan kulit-kulit kerang sisa makanan (abris sous roche). Jenis ini bukan leluhurr orang Bali langsung, karena pada masa selanjutnya bali dihuni oleh ras baru yang mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik, yakni bercocok tanam. Pada masa inilah para arkeolog menyebutnya sebagai “Revolusi Kebudayaan”, karena terjadi perubahan yang cepat dan signifikan dari masa berburu dan meramu ke masa bercocok tanam.
Pada masa ini muncul berbagai sistem budaya baru yang diciptakan oleh manusia, seperti sistem mata pencaharian, teknologi, kepercayaan, bahasa, seni, pengetahuan, dan organisasi sosial. Kehidupan manusia masa ini semakin kompleks ketika memasuki jaman Megalitik (jaman batu besar), seiring ditemukannya temuan-temuan seperti Sarkofagus, Kubur Batu, Dolmen, Punden Berundak, Menhir, dan lain-lain.
Sistem organisasi sosial oleh masyarakat pada masa ini diaktualisasikan lewat persekutuan masyarakat orang-orang keturunan Austronesia yang disebut thani atau Banua (Wanua), dipimpin secara kolektif oleh 16 Jro yang disebut Sahing 16. Pemerintahan sejenis ini oleh para ahli disebut sebagai Republik Desa. Persekutuan kepemimpinan tersebut sampai sekarang masih tetap dipertahankan di desa-desa Bali Aga, terutama dalam bidang adat. Persekutuan hukum orang-orang Austronesia telah merata di seluruh wilayah di Bali. Persekutuan hukum inilah yang diperkirakan menjadi cikal bakal desa-desa di Bali.
Manusia pendukung kebudayaan tersebut diatas itulah yang menjadi leluhur sebagian orang Bali, yang sudah tentu dalam fase berikutnya akan membaur lagi dengan orang-orang yang baru datang dari luar Bali. Orang-orang keturunan inilah disebut dengan orang-orang Bali Mula yang berarti orang-orang Bali Asli. Adanya sebutan Bali Mula adalah untuk membedakannya dengan orang-orang yang leluhurnya datang belakangan ke Bali, yang umumnya dari Jawa.
Perbedaan orang Bali Mula dengan orang Bali yang datang belakangan tampak sekali pada upacara kematiannya. Orang Bali Mula melaksanakan upacara kematiannya dengan cara mendem/menanam, yang disebut dengan beya tanem. Sastra-sastra lontar menyebutkan karena mereka menganut sekte Waisnawa dan Bayu. Tradisi sekte Waisnawa adalah beya tanem. Sedangkan sekte Waisnawa di India justru paling konsisten melaksanakan beya bakar. Sedangkan sekte Bayu tidak jelasn keberadaannya. Tafsir lain muncul agar abu sawa (mayat) yang dibakar tidak mencemari kahyangan yang ada di gunung.
Sistem beya tanem sampai sekarang masih dilaksanakan oleh orang-orang Bali Mula. Ada suatu ciri lagi dari kelompok ini, wadah mayat tidak dihias dengan bahan seperti kertas, parasbean, kapas, dll., melainkan dengan bahan-bahan lokal seperti ambu, padang-padang, dll. Mereka semua dikelompokkan warga balu Mula. Para ketua kelompok kemudian disebut Pasek Bali. Jadi leluhur orang Bali Mula adalah etnis Austronesia, yang berasal dari Tonkin, Cina Selatan.
Ketika orang-orang Bali Mula belum beragama, mereka hanya menyembah leluhur yang mereka sebut sebagai Hyang. Dari pandangan spiritual, mereka masih hampa. Oleh karenanya pulau Bali ketika itu oleh purana-purana dikatakan masih kosong. Keadaan seperti itu berlangsung sampai abad ke-4 Masehi.
Melihat keadaan pulau Bali yang demikian itu, maka muncul niat dari seorang Rsi Maharkandya untuk memajukan Bali dalam berbagai sektor kehidupan. Menurut purana, beliau adalah seorang rsi yang berasal dari India, yaitu dari garis keturunan Maharkandya. Beliau datang ke kepualauan Nusantara untuk menyebarkan Agama Hindu dari sekte Waisnawa.
Di Jawa beliau berasrama di gunung wilayah pegunungan Dieng, yang kemudian ber-dharmayatra ke timur dan sampai di Gunung Raung di Jawa Timur. Di sini beliau membuka asrama, dengan murid-murid dari Wong Aga (orang Aga). Dari pasraman Gunung Raung ini, beberapa tahun kemudian beliau pun pergi ke timur, ke pulau Bali. Beliau berangkat dengan 800 orang murid beliau. Selain untuk mengajarkan Agama Hindu di Bali, kedatangan Sang Rsi juga ingin mengajarkan teknik pertanian dan teknik-teknik lainnya kepada penduduk setempat.
Perjalanan beliau ke bali pertama ingin menuju Gunung Agung. Di sana Sang Rsi dan murid-muridnya membuka hutan untuk lahan pertanian. Tap sayang, murid-muridnya kena penyakit dan banyak pula yang meinggal. Akhirnya beliau kembali ke Gunung Raung di Jawa Timur. Disanalah beliau mendapatkan pawisik bahwa musibah yang menimpa murid-muridnya tersebut disebabkan karena beliau tidak melaksanakan upacara keagamaan sebelum membuka hutan itu.
Setelah mendapat pawisik itu, beliau kembali ke Bali dan menuju Gunung Tohlangkir dengan mangajak 400 orang muridnya. Sebelum mengambil pekerjaan, beliau mengadakan ritual dengan menanam Panca Dathu di lereng Gunung Agung itu, sehingga semua pengikut beliau selamat. Tempat beliau menanam Panca Dathu tersebut lalu menjadi Pura, yang kini menjadi Pura Besakih.
Entah berapa lama kemudian, lalu Rsi Maharkandya menuju arah barat dan sampai di suatu daerah yang luas dan datar. Di sana beliau merabas hutan wilayah yang datar dan luas itu lalu diberi nama Puwakan. Kemungkinan dari nama Puwakan lalu menjadi Suwakan dan kini menjadi Subak.
Di tempat ini beliau menanam jenis-jenis bahan pangan, sehingga bisa tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Semua ini terjadi karena kehendak sang Yogi. Kehendak bahasa Balinya Kahyun/Adnyana. Dari kahyun menjadi kayu. Kata “kayu” bahasa Sansekertanya Taru, yang kemungkinan menjadi Taro, dan merupakan nama wilayah ini kemudian sampai sekarang. Di daerah ini Sang Yogi kemudian mendirikan sebuah pura yang diberi nama Pura Gunung Raung untuk mengenang asrama beliau di Gunung Raung, Jawa Timur.s
Orang-orang Aga, muris Sang Yogi menetap di desa-desa yang dilalui beliau. Mereka bercampur dan membaur dengan orang Bali Asli (Bali Mula). Mereka mengajarkan cara-cara bercocok tanam dan yadnya seperti yang diajarkan oleh Rsi Maharkandya. Dengan demikian Agama Hindu pun dapat diterima dengan baik oleh orang-orang Bali Asli.
Sebagai rohaniawan (Pandhita), orang Aga dan Bali Mula adalah keturunan Rsi Mahaskandya sendiri yang disebut sebagai warga Bujangga Waisnawa.
Melihat paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa orang Bali Mula dan orang Bali Aga adalah berbeda jika dilihat dari silsilah dan latar belakang historisnya. Orang Bali Mula adalah orang-orang Bali asli yang dalam analisis arkeologis berasal dari Tonkin, Cina Selatan, namun diterima dan disepakati sebagai leluhur orang Bali Mula. Sedangkan orang Bali Aga adalah orang-orang keturunan/murid dari Rsi Maharkandya yang datang ke Bali dan membaur dengan penduduk asli Bali. Perkembangan kesejarahan Bali kemudian akan menjadi semakin rumit ketika sampai pada proses Mojopahitisasi, yaitu ekspedisi Mahapatih Gadjah Mada ke Bali dalam rangka mewujudkan Sumpah Amukti Palapa. Karena proses-proses demikianlah kini orang Bali yang melegitimasi dirinya sebagai manusia yang “modern” menjadi lupa bahkan mungkin tidak mengetahui jati dirinya, apakah orang Bali Mula, Bali Aga, Bali Majapahit, atau di luar golongan tersebut.
Seharusnya sebagai orang Bali yang menamai diri kita sebagai “orang Bali”, kita harus memahami jati diri ke-Bali-an kita terlebih dahulu, karena itulah satu-satunya identitas diri yang tidak akan lekang oleh waktu. Buat diri bangga menjadi orang Bali!
DAFTAR BACAAN
Ardika, I Wayan, dan I Made Sutaba (ed). 1996. Dinamika Kebudayaan Bali. Denpasar: Upada Sastra
Dharmayuda, I Made Suasthawa. 1995. Kebudayaan Bali: Pra-Hindu, Masa Hindu dan Pasca Hindu. Denpasar: Kayumas Agung
Pitana, I Gde (ed). 1993. Subak: Sistem Irigasi Tradisional Bali (Sebuah Canangsari). Denpasar: Upada Sastra
Wikarman, I Nyoman Singgih. 1998. Leluhur Orang Bali: Dari Dunia Babad dan Sejarah. Surabaya: Penerbit Paramita
6 komentar:
Orang Bali mula adalah orang Bali asli sedangkan Bali Aga adalah orang Bali yg berasal dari daerah Aga(Jawa) yg diajak oleh Rsi Markandya.🙏🙏🙏
Bali mula, memang sudah ada di bali ketika hadirnya pendatang ke 2 kalinya. Pertanyaan saya, apakah orang Bali mula memang ada tercipta langsung di Bali? Ataukah juga merupakan etnis pendatang pertama yg jadi penghuni Bali pertama? Sesuai narasi di atas, berarti orang pertama yg jadi penghuni adalah etnis dari Tonkin, Cina Selatan. Jika itu benar maka leluhurnya adalah orang cina. Mereka bermigrasi k Bali dan menetap.
SCTPB (Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Pesawat, dan Banyuseri termasuk Bali Aga apa Bali mula. Knp saya bertnya masalah topik ini, karena SCTPB ini upacara/tradisi kematian/pengabennya ini tidak dibakar melainkan hanya dikubur saya?
SCTPB (Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Pedawa, dan Banyuseri termasuk Bali Aga apa Bali mula. Knp saya bertnya masalah topik ini, karena SCTPB ini upacara/tradisi kematian/pengabennya ini tidak dibakar melainkan hanya dikubur saya?
Saya baru mengerti sekarang, ternyata Bali Mula dengan Bali Aga itu berbeda
Ciri uang kepeng yg menjawab kenapa pis bolong masih harus ambil andil . itu simbul pre asti bahwa balibmule masih keturunan kacing wi. .. Itu perkiraan saya . maka dari simbul itu bali mule ngk menrapkan kitab weda . masih kental dengan seta organisasi suku adat dan budaya . menrut saya sih bali aga atau catur warga itu ada kesamaan cuma pengakuan masing seta beda pendapat hasil cari kebenaran masih semu. Maka sari itu pengakuan keras penjelasan gk bisa di pastika
Posting Komentar